Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan akibat
penggunaan Pestisida seperti Insektisida ialah timbulnya resistensi pada
serangga hama. Resistensi serangga terhadap Insektisida dapat didefinisikan
sebagai berkembangnya kemampuan strain serangga untuk mentolerir dosis racun
yang dapat mematikan sebagian besar individu-individu di dalam populasi yang
normal pada spesies yang sama.
Serangga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
diri (beradaptasi) secara cepat dengan lingkungan. Oleh karena itu untuk
menghindari terjadinya resistensi, penggunaan insektisida sejenis dan memiliki
kemampuan atau metode pengendalian yang sama dalam waktu yang lama tidak
dianjurkan.
Sebagian besar
peningkatan resistensi pestisida disebabkan oleh tindakan manusia
terutama pengguna dalam mengaplikasikan pestisida tanpa dilandasi oleh
pengetahuan yang menyeluruh tentang sifat-sifat dasar pestisida kimia termasuk
pengembangan populasi resisten. Suatu jenis pestisida yang oleh petani pada
suatu saat dianggap sangat efektif dalam mengendalikan hama menjadi tidak
berguna bila sebagian besar individu dalam populasi menjadi resisten.
Saat ini jumlah dan
keragaman jenis hama yang menunjukkan resistensi terhadap satu atau beberapa
jenis atau kelompok pestisida semakin meningkat di seluruh dunia. Telah
diketahui bahwa setiap jenis organisme mempunyai kemampuan mengembangkan
resistensi terhadap jenis pestisida apapun.
Laju peningkatan
resistensi sangat ditentukan oleh tindakan manusia dalam menggunakan dan
memanfaatkan pestisida. Karena itu satu-satunya jalan untuk memperlambat, menghindari
atau membalik arah pengembangan resistensi pestisida adalah melalui program
pengelolaan resistensi pestisida dengan perubahan tindakan manusia dalam
menghasilkan, mengaplikasikan dan mengawasi pestisida.
Proses terjadinya resistensi
Resistensi di lapangan
yang kadangkala diindikasikan oleh menurunnya efektivitas suatu teknologi
pengendalian tidak terjadi dalam waktu singkat. Resistensi pestisida berkembang
setelah adanya proses seleksi yang berlangsung selama banyak generasi.
Resistensi merupakan suatu fenomena evolusi yang diakibatkan oleh seleksi pada
serangga hama yang diberi perlakuan insektisida secara terus menerus.
Di alam frekuensi alel
individu rentan lebih besar dibandingkan frekuensi alel individu resisten, dan
frekuensi alel homosigot resisten (RR) berkisar antara 10-2 sampai
10-13 (Georgiou dan Taylor
1986). Karena adanya seleksi yang terus- menerus, jumlah individu yang peka
dalam suatu populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu
resisten. Individu resisten ini akan kawin satu dengan lainnya sehingga
menghasilkan keturunan yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada
aplikasi pestisida permulaan akan menambah proporsi individu yang tahan
terhadap senyawa dan meneruskan sifat ini pada keturunan mereka.
Karena pengguna
pestisida sering menganggap bahwa individu-individu hama yang tetap hidup belum
menerima dosis letal, petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis
pestisida dan frekuensi aplikasi. Tindakan ini yang mengakibatkan semakin
menghilangnya proporsi individu yang peka. Tindakan ini juga meningkatkan
proporsi individu-individu yang tahan dan tetap hidup.
Dari generasi ke
generasi proporsi individu resisten dalam suatu populasi akan semakin meningkat
dan akhirnya populasi tersebut akan didominansi oleh individu yang resisten.
Resistensi tidak akan menjadi masalah sampai suatu populasi didominansi oleh
individu-individu yang resisten sehingga pengendalian hama menjadi tidak
efektif lagi.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi laju perkembangan resistensi adalah tingkat tekanan seleksi yang
diterima oleh suatu populasi serangga. Pada kondisi yang sama, suatu populasi
yang menerima tekanan yang lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang
resisten dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan populasi hama yang
menerima tekanan seleksi yang lemah.
Faktor-faktor yang
menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik, biologi dan
operasional (Georgiou, 1983). Faktor
genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi alel resisten.
Faktor biologi-ekologi
meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas dan
migrasi.
Faktor operasional
meliputi jenis dan sifat insektisida yang digunakan, jenis-jenis insektisida
yag digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran,
dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk formulasi ,dan yang lain.
Faktor genetik dan
biologi-ekologi lebih sulit dikelola dibandingkan faktor operasional. Faktor
genetik dan biologi merupakan sifat asli serangga sehingga di luar pengendalian
kita. Dengan mempelajari sifat-sifat tersebut dapat dihitung risiko munculnya
populasi resisten suatu jenis serangga.
Sumber: