Thursday, May 30, 2013

PADI VARIETAS CIGEULIS


Nama Varietas
:
Cigeulis
Kelompok
:
Padi Sawah
Nomor Seleksi
:
S3429-4D-PN-1-1-2
Asal Persilangan
:
Ciliwung/Cikapundung//IR64



Golongan
:
Cere
Umur Tanaman
:
115-125 hari
Bentuk Tanaman
:
Tegak
Tinggi Tanaman
:
100-110 cm
Anakan Produktif
:
14-16 batang
Warna Kaki
:
Hijau
Warna Batang
:
Hijau
Warna Telinga Daun
:
Tidak berwarna
Warna Lidah Daun
:
Tidak berwarna
Warna Helai Daun
:
Hijau
Muka Daun
:
Agak Kasar
Posisi Daun
:
Tegak
Daun Bendera
:
Tegak
Bentuk Gabah
:
Panjang ramping
Warna Gabah
:
Kuning bersih
Kerontokan
:
Sedang
Kerebahan
:
Sedang
Tekstur Nasi
:
Pulen
Kadar Amilosa
:
23%
Bobot 1000 Butir
:
27-28 g
Rata – Rata Produksi
:
5 ton/ha
Potensi Hasil
:
5 – 8,1 ton/ha
Ketahanan Terhadap Hama
:
Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan rentan wereng coklat biotipe 3
Ketahanan Terhadap Penyakit
:
Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain IV
Anjuran
:
Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau pada lahan sawah sampai 600 m dpl
Pemulia
:
Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat dan N. Yunani
Dilepas Tahun
:

Nama Dagang
:


Sumber: 
http://baranur-agriscience.blogspot.com/2013/05/padi-varietas-cigeulis.html

Tuesday, May 28, 2013

JENIS HERBISIDA - BERDASARKAN BAHAN AKTIF



Penggunaan Herbisida juga di bagi jenisnya berdasarkan bahan aktif, karena setiap bahan aktif mempunyai fungsi dan cara kerja yang berbeda.

1.    Glufosinate-ammonium
Cara Kerja
         Kerja herbisida glufosinate-ammonium sebenarnya berdasar pada penonaktifan dari sintesa enzim glutamine.
         Sintesa Glutamine menyebabkan reaksi dari ammonia dan glutamic acid untuk membentuk glutamine. Ammonia, sebuah zat yang sangat phytotoxic untuk sel tanaman terbentuk pada waktu proses biokimia tanaman, tepatnya pada saat pengurangan nitrate, metabolisme amino acid dan photo-respiration.
         Adanya fakta bahwa enzim dinonaktifkan oleh glufosinate, ammonia dapat terkumpul dalam sel tanaman dan menyebabkan necrosis pada lapisan tanaman yang akhirnya menyebabkan kematian tanaman.
         Kecepatan aksi tergantung pada kondisi eksternal; seperti kelembapan udara, suhu dan kadar air dalam tanah.
         Pengambilan glufosinate-ammonium oleh tanaman biasanya dilakukan melalui hijau daun dan tumbuhan yang tumbuh dengan aktif.

2.    Glifosat
Herbisida bahan aktif Glifosat merupakan herbisida yang bersifat sistemik bagi gulma sasaran. Diantara keempat jenis bahan aktif tersebut, glifosat merupakan herbisida bahan aktif yang paling banyak dipakai diseluruh dunia. Selain sifatnya sistemik yang membunuh tanaman hingga mati sampai ke akar-akarnya, juga mampu mengendalikan banyak jenis gulma seperti Imperata cylindrica, Eulisine indinca, Axomophus comprsseus (pahitan) , Mimosa invisa (putri malu), Cyperus iria (teki), Echinocloa crussgali (jajagoan) dan lain-lain. glifosat, herbisida terpenting di dunia saat ini  adalah herbisida translokasi, menghambat kerja enzim 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS), enzim yang terlibat dalam sintesa tiga asam amino.

Lim et al. (1999) melaporkan bahwa penggunaan glifosat menyebabkan terjadinya suksesi gulma ke dominansi gulma berdaun lebar. Faiz (1989) melaporkan bahwa penyemprotan campuran glifosat secara berturut pada karet dewasa (TM) untuk general weed control menyebabkan dominansi Borreria alata, senduduk (Melastoma malabathricum), dan alang-alang (Imperata cylindrical). Suksesi gulma terkait-erat dengan bagaimana herbisida tersebut bekerja (mode of action). glifosat ditranslokasi dari bagian dedaunan sampai ke bagian akar dan bagian lainnya merusak sistem keseluruhan di dalam tubuh gulma.

Glifosat memiliki daya bunuh yang tinggi terhadap rerumputan dan sering mengeradikasi gulma rerumputan lunak seperti Paspalum conjugatum dan Ottochloa nodosa sehingga akhirnya tanah menjadi terbuka. Kesempatan seperti ini memberi kesempatan bagi banyak biji-biji gulma berdaun lebar untuk berkecambah dan akhirnya menjadi dominan (Tjitrosoedirjo dan Purba, 2006). Dominansi gulma berdaun lebar sering cenderung lebih merugikan karena lebih sulit dikendalikan. Gulma lunak seperti O. nodosa, P. conjugatum dan A. compressus perlu dipertahankan pada pertanaman kelapa sawit (Teoh, 1984). Gulma rerumputan seperti ini dikategorikan sebagai kelas B yang bermanfaat dan memerlukan kurang pengendalian B (Anon, 1972). Pemakaian glifosat secara terus-menerus sering menyebabkan terjadinya eradikasi (pemusnahan) gulma lunak sedangkan dengan parakuat campuran memperlihatkan kebalikannya (Khairudin & Teoh, 1992).

3.    Parakuat
Herbisida ini merupakan herbisida kontak yang umum digunakan untuk purna tumbuh. Herbisida yang berbahan aktif Parakuat ini sangat cocok digunakan oleh mereka untuk yang ingin mengolah lahan secara cepat dan segera. Hal ini karena daya kerja parakuat begitu cepat dimana setelah aplikasi , hasilnya dapat terlihat 1 jam kemudian, sehingga dalam waktu 3 – 4 hari berikutnya lahan bisa ditanami. Adapun contoh herbisida yang berbahan aktif parakuat di Indonesia yaitu Sidaxone 276SL dan Gramoxone. Parakuat merupakan herbisida kontak yang mematikan tumbuhan dengan cara merusak membran sel. Menurut Chung (1995) pemakaian paraquat memiliki keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitotoksisitas, dan rainfastness. Parakuat, herbisida kontak, menyebabkan kematian pada bagian atas gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon, atau batang dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma tumbuh kembali.

4.    Metil Metsulfuron
Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron ini merupakan herbisida sistemik dan bersifat selektif untuk tanaman padi. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pra tumbuh dan awal purna tumbuh. Beberapa gulma yang mapu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain: Monocholria vaginalis (eceng gondok), Cyperus diformis (teki), Echinocloa crusgalli (jajagoan), semanggi serta gulma lain yang tergolong pakis-pakisan. Aplikasi anjuran yang disarankan untuk penggunaan herbisida ini adalah 2.5 gram untuk setiap tangki 14 liter.

5.    2,4 – D
2,4 – D termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal. Sifat herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik dan selektif. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna tumbuh baik yang berdaun lebar maupun teki pada padi sawah. Adapun beberapa jenis gulma yang dapat dikendalikan dengan herbisida 2,4-D ini antara : Monochoria vaginalis (eceng), Spenochlea zeylanica, Cyperus iria (teki), Limnocharis flava (genjer), kankung, keladi dan lain-lain.

1.        Methribuzin

2.        Triklopir

3.        Oksifluorfen

Sumber :
ilmalbanihasyim.blogspot.com/2010/…/artikel-jenis-herbisida.html – Tembolok
Noor, Sutisna. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Purba, Edison. 2009. Keanekaragaman Herbisida dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Medan : Universitas Sumatera Utara (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Gulma pada Fakultas Pertanian)
Umiyati , Uum. Sinergisme Campuran Herbisida Klomazon dan Metribuzin terhadap Gulma. Cirebon. Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunungjati
http://mustikatani.wordpress.com/pengertian-herbisida/
http://baranur-agriscience.blogspot.com/2013/05/jenis-herbisida-berdasarkan-bahan-aktif.html

Monday, May 27, 2013

JENIS HERBISIDA - BERDASARKAN CARA KERJA



A.      Herbisida Kontak

Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung cepat mematikan atau membunuh jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas.

Di dalam jarinngan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat. Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besa,r agar bahan aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik.

Herbisida kontak juga yang bekerja dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida kontak hanya mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi. proses kerja pada herbisida ini pun sangat cepat. Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis.

Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contoh Bahan Akif herbisida kontak adalah paraquat diklorida.


B.       Herbisida Sistemik

Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya.

Keistimewaannya, dapat mematikan tunas–tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memrlukan sedikit pelarut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu:
·         Gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif
·         Cuaca cerah waktu menyemprot.
·         Tidak menyemprot menjelang hujan.
·         Keringkan areal yang akan disemprot.
·         Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.
·         Boleh dicampur dengan herbisida dengan bahan aktif 2,4 D amina atau Metsulfuron.
Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya. Guna mengantisipasi kelemahan tersebut diatas adalah dengan mencampurkan dua herbisida (Akobundu, 1987). Pencampuran dua jenis herbisida telah dilakukan sejak lama dengan tujuan untuk memperluas spektrum pengendalian gulma, mengurangi resistensi gulma terhadap salah satu herbisida sehingga mencegah vegetasi gulma yang mengarah ke homogen.

Contoh Bahan Akif herbisida Sistemik adalah IPA Glifosat, 2,4 D Amina, Amethrin, Diuron, Metil Metsulfuron, Methribuzin, Klomazon, Triklopir, dll.

Herbisida klomazon merupakan herbisida sistemik, diberikan pre emergence pada permukaan tanah. Herbisida ini akan diserap oleh akar tanaman dan ditranslokasikan ke atas dan tinggal di daun. Herbisida ini memberikan efek penghambat pembentukan karotenoid, sehingga menyebabkan pemutihan kloroplas. Herbisida klomazon dapat digunakan untuk mengendalikan gulma golongan teki dan gulma daun lebar, sedangkan metribuzin dapat digunakan untuk mengendalikan gulma golongan rumput dan daun lebar. Cara kerja herbisida mertibuzin adalah mengganggu aktivitas fotosintesis.

Pencampuran dua jenis herbisida membuat makin bertambahnya efektifitas dan ekonomis dalam metode pengendalian gulma. Pencampuran kedua jenis herbisida ini akan memperlihatkan hubungan satu bahan dengan bahan yang lain yang dinamakan dengan interaksi. Ketika dua atau lebih bahan kimia terakumulasi di dalam tanaman, mereka melakukan interaksi dan respon ditunjukkan keluar menghasilkan reaksi yang berbeda ketika bahan kimia tersebut diberikan sendiri-sendiri. Interaksi ini bisa bersifat sinergi, adidtiv atau antagonis.

Sumber:
http://baranur-agriscience.blogspot.com/2013/05/jenis-herbisida-berdasarkan-cara-kerja.html

KEBUTUHAN BENIH PADI PER HEKTAR


Untuk memudahkan perhitungan, pemerintah telah membuat anjuran atau rekomendasi bahwa untuk 1 ha diperlukan sekitar 25 kg benih. Mengapa angka 25 kg jadi patoka? akan di uraikan atau di jelaskan dibawah ini

Dalam 1 ha itu artinya luasan 10.000 m2. Atau untuk mudahnya 1 ha itu 100 m x 100 m
100 m = 10,000 cm

Bila jarak tanam 25 x 25 cm, jumlah tancep/rumpun dalam 1 ha =
=> 10.000 cm/25cm x 10.000 cm/25cm =
=>        400               x        400               =
=>  160.000 tancep

Kalau dalam 1 tancep ada 3 bibit saja maka jumlah rumpun ada 3 x 160.000 = 480.000 bibit
Kemudian, kita menghitung jumlah 1000 butir padi dalam gram. Biasanya, dijadikan patokan 1000 butir adalah 27 gram.

Maka : 27/ 1000 x 480.000 = 12.960 g atau 12,96 kg atau kita bulatkan jadi 13 kg
Kok sedikit? bukannya rekomendasinya 25 kg?, itu baru perhitungan jumlah bibit (benih) yang ada di sawah.

Bila dalam 25 kg itu, daya tumbuhnhnya 90 % saja maka ada 10 % yang tak tumbuh. Itu artinya ada 2,5 kg yang tak tumbuh. Belum lagi, ada hama seperti Serangga, tikus, burung, keong dll serta penyakit tanaman yang harus kita perhitungkan maka bisa 3,5 kg habis dimakan mereka. Jadi total yang hilang 2,5 + 3,5 kg = 6 kg.

Artinya bila petani menanam dengan jarak tanam 25 x 25 cm dalam 1 ha (25 kg) itu ada sisa benih
= 25 kg – (13 + 6) kg = 6 kg

Bila jarak tanam 20 x 25 cm,
Jumlah tancep/rumpun dalam 1 ha =
=> 10.000 cm/20cm x 10.000 cm/25cm =
=>        500               x        400               =
=> 200.000 tancep

Kalau dalam 1 tancep ada 3 bibit saja maka jumlah rumpun ada 3 x 200.000 =600.000 bibit
Kemudian, kita menghitung jumlah 1000 butir padi dalam gram. Biasanya, dijadikan patokan 1000 butir adalah 27 gram.

Maka: 27/ 1000 x 600.000 = 16.200 g atau 16,2 kg

Jumlah benih lebih banyak. itu baru perhitungan jumlah bibit (benih) yang ada di sawah.
Bila dalam 25 kg itu, daya tumbuhnhya 90 % saja maka ada 10 % yanga tak tumbuh. Itu artinya ada 2,5 kg yang tak tumbuh. Belum lagi, ada hama seperti tikus, burung, keong dll kita perhitungkan maka bisa 3,5 kg habis dimakan mereka. Total yang hilang 6 kg.

Artinya bila petani menanam dengan jarak tanam 20 x 25 cm dalam 1 ha (25 kg) itu ada sisa benih
= 25 kg – (16,2 + 6) kg = 2,8 kg ( jarak tanam ini yang mendekati rekomendasi dari kementan )

Sumber:
http://baranur-agriscience.blogspot.com/2013/05/kebutuhan-benih-padi-per-hektar.html

+