Penggunaan Herbisida juga
di bagi jenisnya berdasarkan bahan aktif, karena setiap bahan aktif mempunyai
fungsi dan cara kerja yang berbeda.
1. Glufosinate-ammonium
Cara Kerja
•
Kerja herbisida glufosinate-ammonium sebenarnya
berdasar pada penonaktifan dari sintesa enzim glutamine.
•
Sintesa Glutamine menyebabkan reaksi dari ammonia dan
glutamic acid untuk membentuk glutamine. Ammonia, sebuah zat yang sangat
phytotoxic untuk sel tanaman terbentuk pada waktu proses biokimia tanaman,
tepatnya pada saat pengurangan nitrate, metabolisme amino acid dan
photo-respiration.
•
Adanya fakta bahwa enzim dinonaktifkan oleh
glufosinate, ammonia dapat terkumpul dalam sel tanaman dan menyebabkan necrosis
pada lapisan tanaman yang akhirnya menyebabkan kematian tanaman.
•
Kecepatan aksi tergantung pada kondisi eksternal;
seperti kelembapan udara, suhu dan kadar air dalam tanah.
•
Pengambilan glufosinate-ammonium oleh tanaman biasanya
dilakukan melalui hijau daun dan tumbuhan yang tumbuh dengan aktif.
2. Glifosat
Herbisida bahan aktif Glifosat merupakan herbisida yang bersifat sistemik bagi
gulma sasaran. Diantara keempat jenis bahan aktif tersebut, glifosat merupakan
herbisida bahan aktif yang paling banyak dipakai diseluruh dunia. Selain
sifatnya sistemik yang membunuh tanaman hingga mati sampai ke akar-akarnya,
juga mampu mengendalikan banyak jenis gulma seperti Imperata cylindrica,
Eulisine indinca, Axomophus comprsseus (pahitan) , Mimosa invisa (putri malu),
Cyperus iria (teki), Echinocloa crussgali (jajagoan) dan lain-lain. glifosat,
herbisida terpenting di dunia saat ini adalah herbisida translokasi,
menghambat kerja enzim 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS),
enzim yang terlibat dalam sintesa tiga asam amino.
Lim et al. (1999) melaporkan bahwa penggunaan glifosat
menyebabkan terjadinya suksesi gulma ke dominansi gulma berdaun lebar. Faiz
(1989) melaporkan bahwa penyemprotan campuran glifosat secara berturut pada
karet dewasa (TM) untuk general weed control menyebabkan dominansi Borreria
alata, senduduk (Melastoma malabathricum), dan alang-alang (Imperata
cylindrical). Suksesi gulma terkait-erat dengan bagaimana herbisida tersebut
bekerja (mode of action). glifosat ditranslokasi dari bagian dedaunan sampai ke
bagian akar dan bagian lainnya merusak sistem keseluruhan di dalam tubuh gulma.
Glifosat memiliki daya bunuh yang tinggi terhadap
rerumputan dan sering mengeradikasi gulma rerumputan lunak seperti Paspalum
conjugatum dan Ottochloa nodosa sehingga akhirnya tanah menjadi terbuka.
Kesempatan seperti ini memberi kesempatan bagi banyak biji-biji gulma berdaun
lebar untuk berkecambah dan akhirnya menjadi dominan (Tjitrosoedirjo dan Purba,
2006). Dominansi gulma berdaun lebar sering cenderung lebih merugikan karena
lebih sulit dikendalikan. Gulma lunak seperti O. nodosa, P. conjugatum dan A.
compressus perlu dipertahankan pada pertanaman kelapa sawit (Teoh, 1984). Gulma
rerumputan seperti ini dikategorikan sebagai kelas B yang bermanfaat dan
memerlukan kurang pengendalian B (Anon, 1972). Pemakaian glifosat secara
terus-menerus sering menyebabkan terjadinya eradikasi (pemusnahan) gulma lunak
sedangkan dengan parakuat campuran memperlihatkan kebalikannya (Khairudin &
Teoh, 1992).
3. Parakuat
Herbisida ini merupakan herbisida kontak yang umum digunakan untuk purna
tumbuh. Herbisida yang berbahan aktif Parakuat ini sangat cocok digunakan oleh
mereka untuk yang ingin mengolah lahan secara cepat dan segera. Hal ini karena
daya kerja parakuat begitu cepat dimana setelah aplikasi , hasilnya dapat
terlihat 1 jam kemudian, sehingga dalam waktu 3 – 4 hari berikutnya lahan bisa
ditanami. Adapun contoh herbisida yang berbahan aktif parakuat di Indonesia
yaitu Sidaxone 276SL dan Gramoxone. Parakuat merupakan herbisida kontak yang
mematikan tumbuhan dengan cara merusak membran sel. Menurut Chung (1995)
pemakaian paraquat memiliki keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitotoksisitas,
dan rainfastness. Parakuat, herbisida kontak, menyebabkan kematian pada bagian
atas gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon, atau
batang dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma
tumbuh kembali.
4. Metil
Metsulfuron
Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron ini merupakan herbisida
sistemik dan bersifat selektif untuk tanaman padi. Herbisida ini dapat
digunakan untuk mengendalikan gulma pra tumbuh dan awal purna tumbuh. Beberapa
gulma yang mapu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain: Monocholria
vaginalis (eceng gondok), Cyperus diformis (teki), Echinocloa crusgalli
(jajagoan), semanggi serta gulma lain yang tergolong pakis-pakisan. Aplikasi
anjuran yang disarankan untuk penggunaan herbisida ini adalah 2.5 gram untuk
setiap tangki 14 liter.
5. 2,4
– D
2,4 – D termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal. Sifat
herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik
dan selektif. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna
tumbuh baik yang berdaun lebar maupun teki pada padi sawah. Adapun beberapa
jenis gulma yang dapat dikendalikan dengan herbisida 2,4-D ini antara :
Monochoria vaginalis (eceng), Spenochlea zeylanica, Cyperus iria (teki),
Limnocharis flava (genjer), kankung, keladi dan lain-lain.
1.
Methribuzin
2.
Triklopir
3.
Oksifluorfen
Sumber :
ilmalbanihasyim.blogspot.com/2010/…/artikel-jenis-herbisida.html –
Tembolok
Noor, Sutisna. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Proyek
Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP-Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian
Purba, Edison. 2009. Keanekaragaman Herbisida dalam Pengendalian Gulma
Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Medan : Universitas
Sumatera Utara (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Gulma pada Fakultas Pertanian)
Umiyati , Uum. Sinergisme Campuran Herbisida Klomazon dan Metribuzin terhadap
Gulma. Cirebon. Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunungjati
http://mustikatani.wordpress.com/pengertian-herbisida/
http://baranur-agriscience.blogspot.com/2013/05/jenis-herbisida-berdasarkan-bahan-aktif.html